Minggu, 17 Oktober 2010

Membongkar Dosa Struktural Dunia Pendidikan

Apa yang terlintas di pikiran kita ketika mendengar istilah “dosa struktural ?”. Pertama sekali mendengar istilah ini, saya merasa ini adalah istilah yang aneh bin ajaib. Bagaimana tidak, biasanya dosa hanya kita tahu hanya milik pribadi lepas pribadi. Misalnya, kita hanya tahu kalau kita berbuat salah maka kita sudah melakukan dosa. Dan semua orang sudah berdosa (Rom 3: 23), artinya tiap-tiap orang sudah berdosa dan punya dosa pribadi.  Lalu bagaimana kita memaknai dosa struktural?

Dosa struktural

            Istilah ini pertama sekali saya dengar ketika mengikuti sesi Seminar di Kamp Nasional Mahasiswa 2010 yang sudah berlangsung di Bogor Agustus yang lalu. Dalam pemaparannya, Pak Yonky Karman membukakan tentang istilah ini, “dosa struktural”. Mari perhatikan pandangannya tentang apa itu dosa struktural:

            “Secara sosiologis, memang awalnya masyarakat dibentuk oleh individu-individu. Tetapi setelah struktur dan tatanan masyarakat terbentuk, struktur dan tatanan itu otonom, bahkan ketika individu-individu yang membentuknya sudah tiada. Jika individu-individu berdosa membentuk masyarakat, terbentuklah dengan sendirinya struktur-struktur berdosa yang otonom. jika dosa individual dapat diselesaikan secara pribadi dengan pertobatan individual, tidak demikian dengan jerat dosa struktural. Struktur-struktur berdosa itulah yang perlu dibongkar dan diganti dengan struktural baru yang tidak memerangkap manusia ke dalam dosa dan nista.”

            Uraian beliau tentang dosa struktural ini membuka mata hati saya secara pribadi dalam membedakan dosa pribadi dan dosa komunal yang terstruktur. Maka pahamlah saya bahwa korupsi itu bukanlah dosa pribadi para pejabat nakal. Gayus hanyalah korban dari dosa struktural yang sudah memfosil di Negara ini. Saya juga semakin mengerti bahwa rakusnya para politisi kita di senayan ternyata bukan hanya karena kerakusan pribadi masing-masing anggota DPR semata, namun lebih dikarenakan “lingkaran setan”yang sudah terstruktur rapi di sana. Demikian jugalah kebobrokan dunia pendidikan kita saat ini. Rusaknya dunia pendidikan kita ternyata disebabkan oleh dosa struktural yang sudah membusuk di tubuh bangsa ini.

Dosa struktural pendidikan

            Apa saja kebobrokan dunia pendidikan yang kita ketahui saat ini? Penyelenggaraan UN, Penyelewengan dana Bos, berdirinya RSBI, sekolah rusak, gaji yang melecehkan guru, kesejahteraan guru?

            Dalam tuntutannya dalam menggugat kementrian pendidikan nasional, koalisi pendidikan mengangkat sedikitnya 15 masalah yang harus dituntaskan Kemendiknas, yakni:

 

1. Mahalnya biaya pendidikan.
Tindakan yang harus dilaksanakan : 
- Menaikkan anggaran pendidikan
- Membebaskan biaya pendidikan dasar
- Meningkatkan subsidi untuk pendidikan menegah dan tinggi
- Menghapuskan segala 'pungutan' di sekolah yang tidak ada korelasi dengan peningkatan mutu pendidikan

2. Korupsi dana pendidikan
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Mempublikasikan dan mempertanggungjawabkan/melaporkan kebijakan dan proyek di Depdiknas, dinas-dinas pendidikan, dan sekolah kepada masyarakat melalui media massa.
- Menindak tegas penyelenggara pendidikan/birokrasi yang melakukan korupsi dana pendidikan, dari tingkat Depdiknas, dinas-dinas pendidikan, sampai di sekolah/satuan pendidikan.
- Membuat sistem pemilihan kepala sekolah secara langsung, objektif, dan transparan.

3. Manajemen pendidikan
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Meningkatkan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pembuatan kebijakan pendidikan.

4. Manajemen sekolah
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Mengembangkan demokratisasi dalam penyelenggaraan sekolah - Memperbaiki sistem pemilihan kepala sekolah

5. Komite sekolah
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Menghilangkan fungsi mencari pendanaan dari orang tua siswa

6. Kurangnya fasilitas pendidikan
Tindakan yang harus dilaksanakan : 
- Mencukupi fasilitas pembelajaran sesuai standar minimal pendidikan.

7. Meningkatnya angka putus sekolah
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Melaksanakan undang-undang Sisdiknas mengenai wajib belajar secara konsisten dan konsekuen
- Meningkatkan subsidi untuk pendidikan menengah dan tinggi
- Menyelenggarakan semua bentuk pendidikan menengah dan tinggi dengan sistem pembiayaan yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

8. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Refungsi dan restrukturisasi LPTK menuju spesialisasi guru setingkat master
- Menghilangkan crash program keguruan.

9. Kesejahteraan guru
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Meningkatkan gaji dan atau insentif untuk guru yang dilakukan baik pemerintah pusat maupun daerah.

10. Profesionalisme guru
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Memberikan otoritas kepada guru dalam melaksanakan profesinya
- Memfasilitasi guru dalam mengembangkan kompetensi profesionalnya.

11. Sistem rekruitmen dan distribusi guru 
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Melakukan sistem rekruitmen yang transparan dan akuntabel dengan berdasarkan kompetensi
- Melakukan redistribusi berdasarkan kebutuhan daerah dengan memberikan insentif yang sesuai dengan kondisi geografis.

12. Diskriminasi status guru
Tindakan yang harus dilaksanakan :
- Menghapuskan diskriminasi status guru PNS, swasta, honorer, kontrak, bantu, sukarelawan dengan membangun sistem manajemen guru dalam satu kesatuan yang tidak diskriminatif.

13. Birokratisasi profesi guru
Tindakan yang harus dilakukan :
- Menghapus sistem birokrasi yang dapat menghambat kemandirian/otoritas guru
- Memberikan kebebasan kepada guru untuk berserikat, menyatakan pendapat, dan menjamin peranserta guru dalam pemberantasan KKN, khususnya pemberantasan korupsi dana pendidikan.

14. Sistem evaluasi belajar
Tindakan yang harus dilaksanakan:
- Menyerahkan sistem evaluasi belajar dan penentuan kelulusan kepada sekolah/guru

15. Kurikulum

 Memfokuskan (arah kurikulum yang operasional dan terukur berdasarkan) pada kebutuhan siswa
- Merampingkan kurikulum sesuai dengan fokus yang ditetapkan
- Memberikan kewenangan pada guru untuk mengembangkan Kurikulum
2004 sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan guru dan sekolah.

            Menurut pandangan saya, kesemua masalah pendidikan diatas adalah akibat dari dosa struktural dunia pendidikan.

Membongkar dosa struktural pendidikan

            Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Yesus ke atas bukit dan setelah itu dia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka” (Mat 5: 1-2). Salah satu ajaran-Nya yang paling populer ketika khotbah di bukit itu adalah “Garam dan Terang Dunia” (Mat 5: 13-16).

            Menarik, Yesus memakai alegori “garam” dan “terang” sebagai identitas murid-murid-Nya. Kita tahu, garam itu gunanya selain memberi rasa, juga bisa mencegah pembusukan. Selanjutnya, terang ada untuk mengusir kegelapan, karena gelap itu sendiri berarti kealpaan terang.

            Dunia pendidikan kini sudah membusuk dan semakin gelap diakibatkan dosa struktural tadi. Kalau dosa pribadi, bisa diselesaikan dengan pertobatan individual. Namun dosa struktural harus diselesaikan lewat pertobatan komunal. Pertobatan komunal yang saya maksud adalah terjadinya revolusi pembongkaran dosa-dosa struktural secara masif. Pembongkaran dosa-dosa struktural itu hanya bisa dilakukan lewat kehadiran murid-murid Kristus yang benar-benar menggarami dan menerangi dunia pendidikan yang busuk dan suram ini.

            Saya yakin, konsep “garam dan terang” ini sudah sangat kita pahami semenjak kita dibina di pelayanan mahasiswa ini. Hanya saja dalam hal ini, sering kali kita sungkan untuk sungguh-sungguh menjadi garam dan terang.

Teladan Yesus

            Kedatangan Yesus di dunia ini bukan hanya sekedar menyelamatkan jiwa manusia, namun juga menyembuhkan, melayani, membebaskan yang tertindas, bersahabat dengan orang berdosa, mengusir setan, dll. Dan kedatangan Yesus ini adalah wujud “penghakiman Allah” atas dunia yang telah berdosa. Inilah yang membuat Yesus harus mati di tempat yang paling terkutuk. Namun dengan begitu Yesus malah mendapat sanjungan yang tertinggi di hadapan Allah Bapa (Fil 2: 9-11).

            Sebagaimana Yesus dengan taat “menghakimi” dunia lewat jalan salib, kita pun sebagai murid WAJIB mengerjakan panggilan kita di dunia pendidikan kita dengan jalan salib (penderitaan).

            Dosa struktural dunia pendidikan hanya bisa dibongkar oleh murid-murid yang mau menggarami dan menerangi dunia pendidikan. “Garam dunia tidak diniatkan Allah untuk kumpul-kumpul sendiri saling menggarami sesame garam. Bisa darah tinggi nanti. Terang dunia pun tidak diniatkan untuk berhimpun sendiri saling  menerangi sesame terang. Bisa silau nanti (Samuel Tumanggor dalam bukunya Memandu Bangsa hal:23)”.

Senin, 04 Oktober 2010

Datanglah Kerajaan-Mu, Jadilah Kehendak-Mu di Indonesia Seperti di Sorga!

ini cerita dari saudara kita, Ko Andreas yang menciptakan lagu tema KNM 2010

Beberapa waktu yang lalu saya diminta untuk mengarang sebuah lagu tema untuk sebuah kamp berskala nasional yang diadakan di Indonesia. Singkat cerita, saya kirim lagu yang sudah saya karang dengan gemetar dan waktu yang tidak sebentar itu kepada panitia. Salah satu tanggapan pertama dari pihak panitia adalah bahwa lagu tersebut terlalu bernada negatif. Begini liriknya:

Betapa sering kita bungkam keadilan
Banyak kebenaran yang kita putar balikkan
Tanpa disadari, kitalah musuh kebenaran
Ampunilah kami, Bapa

Berapa banyak jiwa t'lah kita hiburkan?
Di mana kita kala banyak penindasan?
Hamba kegelapan, para penyembah kenyamanan
Ampunilah kami, Bapa

Dengan mulut kita mengaku, dengan tangan kita menyangkal
Bahwa Yesuslah Kristus Tuhan

Bapa, ini tekad kami
Berlaku adil, setia, rendah hati
Berjuang tegakkan k'rajaan-Mu
Beritakan Injil Kristus

Bapa, teguhkan kami
'Tuk sangkali diri, hidup mengabdi
Taat pada pimpinan Roh-Mu
Setia tekuni panggilan-Mu

Rupanya lirik dari bagian pertama lagu ini telah membuat (sebagian) panitia gelisah. Nadanya terlalu negatif dan tampak menyalahkan diri sendiri, kata mereka. Tampaknya kata "kita" di lagu ini memang cukup meresahkan, apalagi ketika kata itu dikaitkan dengan hal-hal yang tidak ingin kita dengar. Saya katakan kepada pihak panitia bahwa memang itulah tujuan saya: menimbulkan keresahan dan membangkitkan kegelisahan agar kita semua bangun dari tidur dan bertobat. Sebenarnya saya sudah menjelaskan hal ini di penjelasan lagu yang saya kirimkan kepada panitia. Begini penjelasan saya:

"Tidak dapat dipungkiri bahwa orang-orang Kristen seringkali menderita penyakit yang bernama superiority complex. Sederhananya, kita sering merasa lebih baik dibandingkan orang-orang yang belum percaya kepada Allah Tritunggal. Ketika melihat kondisi bangsa kita yang carut marut, tampaknya kita jarang sekali melihat diri kita sebagai salah satu penyebabnya. Karena itulah, lagu 'Setia pada Panggilan-Mu' dimulai dengan kesadaran penuh bahwa kita sebagai umat Allah seringkali turut ambil bagian, baik secara pasif maupun aktif, di dalam berbagai kejahatan, termasuk kejahatan struktural, yang terus merongrong negeri kita. Kesadaran ini sudah selayaknya diikuti dengan pengakuan dosa pribadi dan komunal. Jeda yang cukup panjang sebelum 'Ampunilah kami, Bapa' di kedua bait lagu ini dimaksudkan agar kita bisa sungguh-sungguh meresapi setiap kata-kata sebelumnya sehingga ketika kita mengatakan 'Ampunilah kami, Bapa,' kita mengatakannya dengan sepenuh hati, dengan malu dan penuh penyesalan."

Kitab Suci mengajarkan bahwa pembaharuan yang terjadi di masyarakat luas itu dimulai dari pembaharuan umat Allah. Inilah yang hendak saya sampaikan melalui bagian pertama lagu ini. Mau melihat Indonesia bebas korupsi? Mari kita berantas korupsi dari dalam gereja dan lembaga-lembaga Kristen. Mau melihat Indonesia bebas dari berbagai bentuk diskriminasi? Sangatlah sulit, kalau tidak mustahil, jika di dalam tubuh Kristus sendiri masih terjadi banyak bentuk diskriminasi. Masih banyak pertanyaan yang bisa kita ajukan. Saya akan tuliskan di lain kesempatan.

Intinya, gereja adalah gereja yang cacat dan akan terus cacat (meskipun seharusnya menjadi semakin kurang cacat) selama masa penantian kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Kita semua adalah orang-orang cacat dan akan senantiasa cacat hingga Parousia, kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Dengan penghayatan inilah seharusnya gereja turut terlibat di dalam pergulatan bangsa, bukan dengan semangat triumpalistik.

Kembali ke tanggapan panitia tadi. Pihak panitia mengusulkan agar saya mengarang bait kedua dari lagu ini agar nuansanya tidak terlalu negatif. Saya katakan bahwa saya tidak bisa berjanji karena waktu itu saya sedang sangat sibuk dan stress menyelesaikan bab 1 tesis saya yang harus dikumpulkan akhir Juli. Akhirnya, hanya oleh anugerah Allah, saya dimampukan untuk menyelesaikan bait kedua:

Kita dipanggil 'tuk nyatakan terang Tuhan
Di mana saja, desa, kota, atau rimba
Peluh, air mata 'kan jadi sobat yang setia
Kuatkanlah kami, Bapa

Anug'rah Tuhan s'lalu cukup bagi kita
Penyertaan-Nya sumber sukacita baka
Allah yang setia, 'takkan meninggalkan umat-Nya
Sembah sujud kami semua


Kenakanlah senjata Allah, musuh kita'tak tinggal diam
Beritakanlah Yesus Tuhan


Dalam rangka mensyukuri HUT RI yang ke-65, lagu ini saya dedikasikan secara khusus bagi para pemimpin gereja di Indonesia dari berbagai denominasi (Ortodoks Timur, Roma Katolik, Protestan, Pentakostal, Kharismatik). Kiranya kita senantiasa berjuang untuk menjadi hamba-hamba Allah yang setia dan murid-murid Kristus yang senantiasa menyangkal diri dan taat pada pimpinan Roh Kudus hingga Kristus datang yang kedua kalinya.
Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di Indonesia seperti di sorga! Maranatha!

Singapura, 16 Agustus 2010, 15:40
Andreas Pilipus

Kamis, 23 September 2010

IKRAR TANPA MAKNA?


Masa liburan lebaran ternyata bukan membuat libur permasalahan di bangsa ini. Ada saja yang jadi kabar buruk di masa-masa tenang dan berbahagia ini. Lihat saja, di hari Raya Lebaran yang pertama, saat hendak berharap “angpao” dari pak Presiden dan keluarganya, seorang tuna netra mendadak meninggal. Sebuah kisah tragis di hari yang berbahagia. Setelah itu, kita tahu bersama hari minggu kemarin (12/09/2010), umat Kristen di Bekasi kembali ditindas oleh sekelompok orang. Kali ini, tindakan orang tak bertanggung jawab ini makin menjadi-jadi. Seorang jemaat HKBP yang hendak beribadah ke Gereja, tiba-tiba dianiaya oleh orang tak dikenal. Dia menjadi korban penusukan dan Pendetanya, menjadi korban pemukulan oleh orang-orang biadab ini. Kini, jemaat ini telah dirawat di Rumah Sakit. Sebelumnya jemaat HKBP ini dilarang beribadah oleh kelompok separatis.

Sumpah Pemersatu

Entah apa yang dipikirkan oleh kelompok-kelompok separatis ini. Mereka kira, dengan bersikap seperti itu, mereka akan dianggap hebat. Lagi-lagi rasanya bangsa ini seakan mengalami kemunduran moril dan rasa toleransi. Kadang ku berpikir, “apa perlu bangsa asing menjajah Negara ini untuk yang kesekian kalinya dengan senjata perang? Ah, terlalu capek rasanya mikirin ekspansi Negara lain dengan senjata perang, dengan penjajahan oleh perekonomian saja kita sudah letoy”, pikirku. Mengapa ku sampai berpikir konyol seperti itu? Mari kita mengingat sejarah. Kita bisa bersatu saat penjajah menindas kita dengan senjata. Mari juga mengingat bagaimana proses bersatunya seluruh pulau menjadi NKRI. Gajah Mada yang bersumpah untuk menyatukan nusantara jauh sebelum kompeni datang memang ambil andil dalam mempersatukan 17.000 lebih pulau-pulau kita ini. Namun yang menjadi titik awal bersatunya nusantara di abad kontemporer ini adalah Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) yang dulunya diikrarkan oleh pemuda-pemudi dari berbagai suku dan golongan dari barat sampai ke timur sana. Ingatlah, bukan hanya jong (pemuda) java saja yang mengikrarkan sumpah itu, namun juga ada jong Batak, yang diwakili oleh Amir Sjarifuddin Harahap, juga ada jong Maluku, jong Sumatra,jong Ambon, dan jong-jong yang lain.
Pernahkah anda bayangkan, andai utusan dari jong Batak (Amir Sjarifuddin) dan jong Sumatra akhirnya tidak mau mengakui kedaulatan RI kala itu? Bisa jadi akan berdirilah Negara Republik Sumatra Jaya (karangan saya) dan bahkan akan berdiri pula KerajaanBangso Batak (karangan saya juga). Nah, sekali lagi saya mau bilang bahwa inilah titik awal bersatunya semua suku dan golongan yang berikrar untuk berbahasa satu (bahasa Indonesia), berbangsa satu (Bangsa Indonesia) dan bertanah air satu (Tanah Air Indonesia). Sehingga sebenarnya semua suku (sekecil apapun kuantitasnya), punya hak yang sama untuk hidup aman dan damai di NKRI yang berdaulat ini. Maka, jangan pernah ada satu suku atau golongan tertentu yang merasa lebih superior atau berkuasa.

Degradasi Identitas

Hari minggu kemarin, Taufik Ismail, seorang pujangga puisi kebanggsaan, membacakan puisinya tentang kebobrokan bangsa ini di TV one. Salah satu baitnya yang ku ingat kira-kira seperti ini, “ karakter bangsa yang dulunya ramah, bersahabat, kini berganti menjadi bangsa perusak, kasar dan tak bermoral…”. Benar pula apa yang dikatakan sang pujangga ini. Selain memang akhir-akhir ini terjadi perusakan rumah ibadah, terjadi pula perampokan-perampokan bersenjata di berbagai daerah. Bahkan yang lebih sadisnya, terjadi perampokan-perampokan uang rakyat oleh pejabat Negara korup.

Minggu Kelabu

Hari minggu kemarin juga ada perilaku masyarakat banyak yang mencerminkan ketidaktaatan terhadap peraturan Negara. Dalam perjalanan dari Tebing Tinggi menuju Medan, jalan lintas menuju Medan dipadati pengendara mobil, bus dan sepeda motor. Aku yang duduk dekat pak supir, dengan leluasa memandang suasana macet di jalan raya. Saya melihat, banyak pengendara sepeda motor yang dengan bangga berlalulintas tanpa menggunakan helm. Sepertinya, peraturan yang diprakarsai pak Hoegeng ini masih kurang di taati masyarakat. Padahal demi keselamatan pengendara tersendiri. Saya melihat, para pengendara yang tidak taat aturan ini ternyata bukan hanya pasangan anak muda saja, namun orang tua yang membonceng istri dan anak-anaknya, bahkan nekad bepergian dengan sepeda motor tanpa helm. Padahal, jalanan padat seperti itu biasanya rawan kecelakaan. Benar saja, ketika bus kami melintasi wilayah Lubuk Pakam, terjadi kecelakaan antara bus dan pengendara motor. Dan korbannya adalah sepasang orang tua dengan seorang anak mereka. Sekilas aku melihat tangis sang ibu melihat suaminya terluka. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Nah, inilah salah satu contoh degradasi moral yang dikatakan Taufik Ismail tadi. Bukan hanya para pejabat Negara yang punya mentalitas buruk, bahkan rakyatnya juga. Padahal identitas bangsa ini tadinya tidaklah separah ini. Kita bisa melihat bagaimana adat-istiadat setiap daerah yang begitu santun dan penuh nilai. Namun kini terkikis oleh sikap egoisme setiap pribadi untuk hidup bagi dirinya sendiri. Mengerikan sekali. Namun inilah realita Ibu Pertiwi kini.

Pelihara Status Quo?

Nah, dengan melihat realita ini, apakah kita masih terus memelihara status quo degradasi ini? Kebangkitan bangsa ini secara nasional hanya bisa ditanam dan dituai oleh semua lapisan masyarakat kita sendiri. Kita harus kembali memupuk semangat Sumpah Pemuda yang mengikrarkan perjuangan bersama menaikkan derajat bangsa. Semua suku dan golongan harus punya satu tujuan, yakni menaikkan derajat bangsa ini tanpa ada perbedaan hak dan kewajiban. Sehingga suatu saat daerah di Sabang sampai Merauke sama majunya dengan daerah di Jawa yang selama ini mendapat perhatian lebih dari Pemerintah. Andai saja mimpi ini tidak pernah terwujud dalam beberapa tahun mendatang, maka menurutku sah-sah saja kalau daerah-daerah tertinggal namun punya SDA yang kaya memilih untuk berpisah dari NKRI. Karena memang pemerintah dalam hal ini yang terlebih dahulu mengabaikan Sumpah Pemuda yang tadinya diikrarkan untuk kesejahteraan bersama (bukan sebagian).
Tentunya, kita tidak menginginkan perpecahan ini terjadi. Namun Sumpah “sakti” ini akan tidak berfungsi lagi saat sebagian orang menghianati makna luhur Sumpah ini. Waktu masih ada diijinkan sang Khalik bagi kita untuk berbenah.

Mari kita membenahi diri sendiri terlebih dahulu, kita lahirkan kembali sifat-sifat luhur para pendahulu kita. Kita tanamkan kembali jiwa nasionalisme yang sempat kita kubur dalam-dalam. Kala kita tidak lagi menjaga nilai-nilai luhur kebangsaan, maka generasi kita yang akan datang akan semakin menghancurkan warisan Ibu Pertiwi yang kini sedang diperas oleh orang-orang tak bertanggungjawab (Mungkin termasuk saya dan saudara). Kalau tidak kita mulai dari sekarang, maka bersiaplah mendengar cerita anak cucu kita yang berkata, “Dulu, bangsa kami adalah bangsa yang tak berkepribadian, maka kami sekarang menderita dijajah asing”. Semoga tidak!

Medan, 13 September 2010

CATATAN MAHASISWA BODOH

Hari ini kujalani seperti biasa ku menjalani hari libur. Bangun telat, akibat lama tidur. Heran, rasanya aku seperti menikmati pola hidup tak sehat ini. Masa lalu ku ikut ambil andil dalam kebiasaan baruku ini. Dulu, aku tak pernah berfikir tentang apa itu membaca, untuk apa menulis. Aku hanya tahu, ada tugas maka aku buka buku. Dengan gaya belajar seperti ini saja aku dapat ranking di kelas. Puas rasanya, tiap terima rapor, ku ingat mulai SD sampai SMA, posisi rangking ku masih memuaskan, tidak hanya diriku, namun juga keluargaku. Cepat merasa puas, baru ku tahu ini merupakan salah satu ciri kesombongan. Biasanya, orang yang cepat puas akan berpengetahuan sempit.
                Benar saja, baru di perguruan tinggi ini mataku terbelalak melihat dunia. Kayak katak di bawah tempurung, kata orang bijak. Ternyata “tempurung” ku terlalu sempit, saat ku lihat dunia luas, aku pun megap-megap. Untunglah Tuhan masih berbaik hati membukakan “tempurung” ku. Bukan melalui dosen, dosen ku tak pernah mau aku jadi orang berwawasan. Bukan dari pendidikan ku, pendidikan yang ku kecap hanya sekedar mesin pencetak sarjana. Namun Tuhan membuka dan membuang jauh-jauh “tempurung” sialan yang selama ini menutupi ku melalui buku,lalu orang-orang sadar dan kritis di sekitar ku.
Musuh bebuyutan  
                Buku, dulu menjadi musuh bebuyutanku. Mual perutku jika harus dipaksa baca buku. Buku malah jadi teman kompromi yang sangat baik untuk mengajariku tidur cepat. Jujur saja, perpustakaan yang katanya gudang ilmu adalah tempat yang paling jarang untuk ku injak. Namun, tiba-tiba lembaran-lembaran buku kini seakan menampar pipiku sekeras-kerasnya untuk menyadarkanku dari mimpi buruk masa depanku. Aku tiba-tiba tersadar. Terhenyak dan takjub mata ku kini melihat dan membaca buku ini. Sadarku “Bagaimana mungkin aku bisa merasakan kemerdekaan hari ini kalau Sukarno dan Hatta bukanlah para kutu buku?” Tajamnya bambu runcing ternyata tidak setajam goresan pena. Sukarno dan Hatta serta para pahlawan kontemporer lainnya yang berjuang dengan otak adalah pejuang-pejuang yang kaya ilmu. Aku pun baru tahu bahwa Hatta, saat diasingkan di penjara, selalu membaca buku. Persis seperti Paulus saat ditahan dipenjara, meminta Timotius untuk membawakan Perkamen dan kitab-kitabnya (2Tim4:13). Setiap biografi-biografi tokoh-tokoh nasional seperti; Soe Hok Gie, Sam Ratulangi, J. Leimena, Amir Sjarifuddin, dll, selalu menceritakan bagaimana mereka begitu tertari membaca segala macam buku sejak kecil.
Bulan lalu, seorang teman menuliskan dalam artikelnya bahwa “Yesuspun Membaca”. Ingat bagaimana Yesus menjawab iblis saat dia dicobai? Yesus menjawab iblis, “Ada tertulis…(Mat 4:4)”. Bagaimanakah Yesus bisa mengatakan yang “tertulis itu” (Ul 8:8) kalau Yesus tidak membaca kitab Taurat Musa? Apa karena Ia adalah Allah? Ingat, Dia juga manusia yang sedang lapar setelah berpuasa (Mat 4:2). Maka, melalui ini, aku seperti orang yang dilahirkan kembali untuk membaca, membaca dan membaca. Mungkin orang mengatai, “Dah terlambat kau kedan…”. Maka akan ku jawab, “tak ada kata terlambat sebelum mengakhiri hidup, jek”. Kini, setiap kesempatan, luang, akan kugunakan untuk membaca.
Tanpa harus menyangkali, bahwa minat bacaku ternyata tumbuh dari orang-orang melek, sadar dan kritis disekitar ku. Berada dilingkungan para aktivis yang selalu berdiskusi masalah kampus, bangsa dan Negara, membuat wawasan berfikir semakin luas. Orang-orang melek ini sedikit banyak mengantarku mengenal kesaktian buku itu. Membaca, diskusi, aksi turun ke jalan lalu menulis. Sebuah sirkulasi aktifitas yang semakin menendang jauh-jauh “tempurung” yang ada di atas kepalaku.
Apalagi menulis
Menulis. Kata ini lagi. Buku-buku tulisku hanya berisi catatan-catatan yang menjadi PR saat sekolah. Pun ketika kuliah. Tinta pena hanya habis untuk menulis kata-kata dosen tanpa makna. Sekedar dilihat bahwa aku mahasiswa yang baik, mau menuliskan setiap kata-kata penting yang diucapkannya. Pernah pula dalam mata kuliah menulis, dosen ku malah menyuruh kami untuk bernyanyi di depan kelas, dan menjadi nilai penentu. Wah, kacau sudah dunia persilatan. Ah, sudah lah. Tak usah lagi ku ingat masa lalu ku yang memalukan itu. Kini, Tuhan juga sudah membuka mata ku sampai terbelalak. Menulis itu sangat penting. Mari simak kutipan berikut, “Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya” (Von Kollewijn, 32).
Aku juga baru tersadar. Bagaimana kalau Einstein tidak menuliskan rumus relativitasnya yang dahsyat itu kalau tidak ditulisnya? Siapa yang akan mengenalnya kini? Andai tidak ada orang yang menuliskan riwayat hidup Tan Malaka, Soe Hok Gie, dan tokoh-tokoh lain, siapa yang akan mengingat mereka sebagai pahlawan atau tokoh? Apa yang terjadi kalau sejarah bangsa ini tidak dituliskan? Dan ekstrimnya, apa yang terjadi kalau Alkitab tidak dituliskan? Jadi, ternyata menulis ini juga adalah hal penting yang harus dilakukan terus menerus oleh setiap orang. Termasuk aku yang baru melek menulis ini. Dengan menulis, Sukarno bisa kita kenal melalui tulisannnya, lalu kita tahu bahwa Gie sangat menentang Sukarno kala itu –sementara orang banyak memujanya-. Dengan tulisan di sejarah, kita semakin mengenal jati diri kita sebagai bangsa yang besar. Dengan tulisan orang yang diilhami Tuhan, kita lalu mengenal siapa Allah Tritunggal, manusia dan kejatuhannya serta iblis si pengacau.
Bagai orang sedang kasmaran, aku pun ingin rasa cintaku terhadap kedua aktivitas ini (baca: membaca dan menulis) tidak pernah pudar. Aku ingin kelak menjadi seorang sarjana yang benar-benar sarjana. Sebelum aku menjadi seorang sarjana, aku ingin mengenal bangsa ku secara utuh, melihat dunia secara luas, meski lewat buku, menuliskan hal-hal sederhana namun berguna, dan berbuat untuk bangsa. "Tak mungkin orang dapat mencintai negeri dan bangsanya, kalau orang tak mengenal kertas-kertas tentangnya. Kalau dia tak mengenal sejarahnya. Apalagi kalau tak pernah berbuat sesuatu kebajikan untuknya. (Minke, 202). Kutipan ini semakin meyakinkanku bahwa tujuan Tuhan mengijinkanku melepaskan “tempurung-tempurung” kebodohanku selama ini adalah untuk ambil bagian dalam memajukan negeri.
Inilah sebabnya aku harus membayar masa lalu ku yang buruk itu. Memang bayar harga tidaklah mudah kawan. Yesuspun harus menderita dan mati di salib untuk dosa-dosa kita. Memang pantaslah aku harus menderita kini. Andai aku harus tenang-tenang saja di kursi goyang, apalah arti hidupku.
Seperti biasa, kota Medan selalu saja menggerahkan walau sudah larut malam. Ditambah nyamuknya yang semakin ganas bermetamorfosis untuk mengganti taringnya untuk mengisap darahku, meski kulitku telah dilapisi losion anti nyamuk. Ada baiknya ku tutup saja catatan mahasiswa bodoh ini dengan ucapan selamat berkarya untuk negeri! Ijinkan juga Tuhan membuka dan membuang jauh-jauh “tempurung” mu.
Medan, 17 September 2010
12.23 am.

...miracles of KNM 2010!...


…diawali sebuah kerinduan agar miracles yang kurasakan tidak hanya sekedar tertulis di dalam diary saat teduhku…
walaupun dalam CURHAT mode… kurang terstruktur… bahasa nya campur aduk g karuan tanpa EYD dan grammar yg baik (hanya di tulis ulang sesuai kondisi aseli hehe)… agak geje (mungkin bagi yg g ngerti kondisi nya hehe). Smoga ungkapan jujur dan apa adanya saya ini menjadi berkat bagi banyak orang (amen…) =)


Tulisan ini dibuat saat sesi AWG (Alone With God) di sore hari ke-4 tanggal 15 Agustus 2010 di KNM (Kamp Nasional Mahasiswa) 2010 @ Wisma Kinasih - Bogor. Hmmm… tempat AWG nya di taman belakang Wisma Kinasih… setelah kebingungan dan muter2 akhirnya terpikir untuk ke sana, tempat sharing dengan Aldo dan K Nura tentang pergumulan pelayanan lewat pekerjaan Aldo di RSU.Bethesda Serukam. Ide bagus tuh, Ok! mari kesana..! Oops… Ternyata udah banyak juga yg di situ… dan akhirnya aku mengambil posisi duduk di tepi joglo… yang langsung menghadap ke arah jalan setapak dan pohon2 hijau di dalam taman. Oh what a nice spot!! Ditambah lagi cuaca di sore itu mendung dan ada gerimis tipis, hmm…. Dan ternyata view di balik pepohonan di depan ku itu adalah: puncak gunung! Ckckck… kok bisa indah begini yah?? (silahkan membayangkan… Haha....) Di tambah ada kupu-kupu yang berterbangan di sekitarku! Agak heran juga, karena masih gerimis tipis seperti itu.. How come there are butterflies flying?? Dunno why… but I enjoy it so much, perfecto ;)





…mulailah saya merenung-renung kan banyaak hal… setelah berdoa… menatap sekeliling dan menggumamkan

Kamis, 19 Agustus 2010

Wilujeng Sumping di Dunia Maya

Tak terasa waktu dan jarak jugalah yang memisahkan kita. Sekiranya semangat dan rasa ingin berbagi itu tak padam dengan adanya media informasi dan komunikasi ini. Bagi teman-teman yang ingin menjadi kontributor dapat mengirimkan surat elektronik (email) ke kaenem2010@gmail.com

Wilujeng sumping di dunia maya ;)




Bersinar teraaaaaaaang B-)